Sejarah

Sejarah perkembangan KKP tidak terlepas dari sejarah perkembangan Karantina di dunia. Karantina berasal dari bahasa latin yaitu “Quadraginta” yang artinya 40. Angka 40 berasal dari peristiwa isolasi yang dilakukan terhadap penderita penyakit menular selama 40 hari agar tidak menyebar ke orang lain. Tahun 1348 lebih 60 juta penduduk dunia meninggal karena penyakit Pest (dulu dikenal peristiwa Black Death). Tahun 1377 di Roguasa dibuat suatu peraturan bahwa penumpang kapal dari daerah terjangkit pest harus diisolasi di suatu tempat di luar pelabuhan agar bebas dari penyakit tersebut. Ini adalah sejarah tindakan karantina yang pertama dilakukan. Tahun 1383 UU Karantina ditetapkan pertama kali di Marseille Prancis. Tahun 1911 di Indonesia penyakit pest muncul di Surabaya, tahun 1916 muncul pest di Semarang dan tahun 1923 pest muncul dengan masuk melalui pelabuhan Cirebon.
Pada waktu itu (zaman kolonial Belanda) regulasi yang berlaku adalah Quarantine Ordonantie (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911), penanganan kesehatan di pelabuhan dilaksanakan oleh Haven Arts (Dokter Pelabuhan) di bawah Haven Master (Syahbandar). Pada waktu itu Haven Art hanya ada dua yaitu di Pulau Rubiah (Sabang) dan di Pulau Onrust di Teluk Jakarta. Tahun 1949 pemerintah RI membentuk 5 pelabuhan Karantina yaitu :

  1. Pelabuhan Karantina Kelas I di Tanjung Priok
  2. Pelabuhan Karantina Kelas I di Sabang
  3. Pelabuhan Karantina Kelas II di Surabaya
  4. Pelabuhan Karantina Kelas II di Semarang
  5. Pelabuhan Karantina Kelas III di Cilacap
    Inilah awal keberadaan Kesehatan Pelabuhan di Indonesia. Tahun 1959 Indonesia mengeluarkan PP No.53 tentang penyakit Karantina dan tahun 1962 dibuat UU Karantina No.1 tentang Karantina Laut dan No.2 tentang Karantina Udara. Tahun 1970 terbit SK Menteri Kesehatan No.1025/DD/Menkes/78 tentang pembentukan Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) dan Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU). Tahun 1978 terbit SK Menkes No.147/Menkes/IV/78 DKPL/DKPU dilebur menjadi Kantor Kesehatan Pelabuhan, dengan Eselon IIIB, yakni 10 KKP Kelas A dan 34 KKP Kelas B. Tahun 1985 terbit SK Menkes No.630/Menkes/XII/85 menggantikan SK No. 147/Menkes/IV/78, Jumlah KKP Kelas B bertambah 2 yaitu Bengkulu dan Dilli sehingga jumlah seluruh KKP menjadi 46. Tahun 2004 terbit SK Menkes No.265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, bahwa klasifikasi KKP berubah menjadi KKP Kelas I, II dan III.
    Kemudian pada tahun 2007, terbit Permenkes nomor 167 merupakan perbaikan Kepmenkes No. 265 yakni penambahan KKP kelas III menjadi 32 KKP sekaligus wilayah kerjanya dan pada tahun 2008 perubahan Permenkes menjadi No. 356. Yang didalam terdapat beberapa perubahan. Pada tahun 2011 terjadi lagi perubahan Permenkes menjadi nomor 2348 dengan penambahan satu kelas KKP Kelas IV, yaitu Yogyakarta.
    Sehubungan makin berkembangnya area wisata premium di Labuan Bajo, sesuai Permenkes No. 33 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2021 oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Bapak Budi G. Sadikin Kantor Kesehatan Pelabuhan Kupang dikembangkan menjadi dua, yaitu KKP Kelas II Kupang dan KKP Kelas IV Labuan Bajo, yang juga menjadi hari kelahiran KKP Labuan Bajo. Per 1 Januari 2022 sudah ditetapkan Pejabat Pelaksana Teknis (Plt) Pejabat Struktural yaitu Kepala Kantor dan Kepala Sub Bagian Administrasi Umum. Pelantikan Pejabat Struktural menjadi pejabat definitive di bulan Maret 2022. Dilanjutkan proses pemisahan anggaran per Juli 2022 dan pemisahan Sumber Daya Manusia (SDM) per Agustus 2022.
Open chat
Hallo, 👋
Ada yang bisa kami bantu?